Belajar merupakan proses internal sehingga menghasilkan perubahan yang
konsisten yang tercermin melalui perilaku sebagai bukti dari proses
pembelajaran itu sendiri. Belajar merupakan hasil dari pengalaman, pendidikan,
dan pelatihan yang berinteraksi melalui proses biologi. Jadi proses
pembelajaran tidak hanya terpaku pada satu aspek saja tetapi berbagai proses
seperti pengalaman siswa, pelatihan,
pembelajaran tatap muka termasuk dalam proses pembelajaran. Dari ketiga proses
tersebut akhinya akan menghasilkan suatu produk yang akan tercermin melalui
perilaku siswa.
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan
respon (R ).[1] Stimulus adalah suatu
perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan
individu untuk beraksi sedangkan respon dari adalah tingkah laku yang
dimunculkan karena adanya repon. Supaya
tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan
untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha–usaha (trial) dan
kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
Dari eksperimen yang
dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
1) Hukum akibat (law of
effect); artinya jika sebuah respon menghasilkan efek memuaskan, maka hubungan
stimulus respon akan semakin kuat. Namun apabila sebaliknya maka semakin lemah
hubungan yang terjadi antara stimulus dan respon. Sebagai contoh, Suatu
perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain
kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak
menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
2) Hukum Kesiapan (law
of readiness); artinya kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit).
Semakin siap seseorang dalam memperoleh
suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. Misalnya,
jika anak merasa senang atau tertarik pada seni tari, maka ia akan cenderung
berlatih. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menari
sehingga menghasilkan prestasi memuaskan.
3) Hukum Pelatihan (law
of exercise); artinya hubungan antara stimulus dengan respon semakin
bertambah erat jika sering dilatih dan semakin berkurang apabila jarang atau
tidak dilatih.[2] Hal ini menunjukkan bahwa
prinsip utama dalam belajar adalah mengulang yang mana ketika mempelajari
sesuatu makin sering diulang, maka akan semakin dikuasai.
Bloom membagi hasil
belajar menjadi 3 ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Kawasan psikomotor
berupa perilaku yang ditimbulkan oleh gerakan fisik manusia seperti berlari,
melompat, berjalan, dll. Menurut Arikunto Ranah psikomotor berhubungan erat
dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagian
lainnya.[3] Dave mengungkapkan
dalam bukunya Developing and Writing Behavioral Objectives (1970) bahwa
domain psikomotor dapat dibagi menjadi lima. yaitu:
peniruan (Imitation), penerapan (Manipulation), pemantapan (precision),
artikulasi (Articulation), naturalisasi (naturalization).
1)
Peniruan (Imitation)
Peniruan terjadi dimana
siswa mengamati suatu gerakan agar dapat merespon berdasarkan apa yang telah
diamatinya. Imitasi termasuk mengulangi tindakan yang telah dibuktikan atau
dijelaskan, dan itu termasuk trial dan error sampai respon yang
tepat dicapai. Peniruan biasanya dalam bentuk global dan tidak sempurna. Hal ini dikarenakan peniruan yang
diterapkan oleh siswa
berdasarkan persepsi masing-masing sehingga kinerja pada tahap ini kualitasnya
rendah. Contoh aktivitas dalam tahap ini adalah mengamati tindakan, proses,
maupun kegiatan guru kemudian siswa mengulangi tindakan tersebut.
2)
Penerapan (Manipulation)
Penerapan menekankan
pada perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan gerakan-gerakan
pilihan dan pendukung dengan membayangkan gerakan orang lain, serta menetapkan
suatu penampilan melalui latihan. Seseorang terus berlatih keterampilan
tertentu sampai menjadi kebiasaan dan tindakan dapat dilakukan dengan beberapa
keyakinan dan kemampuan. Siswa menerapkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk,
tidak hanya meniru tingkah laku. Pada tahap ini siswa mampu melakukan tindakan tertentu
dengan mengikuti instruksi dan berlatih.
3)
Pemantapan (precision)
Kemampuan memberikan respon yang terkoreksi atau respon
dengan kesalahan-kesalahan terbatas atau minimal. Hal ini memerlukan
kecermatan, proporsi, dan kesiapan yang lebih tinggi dalam penampilan.
Respon-respon lebih terkoteksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada
tingkat minimum. Kemahiran dari keterampilan yang telah dipelajarinya
ditunjukkan dengan kinerja, cepat halus, akurat, membutuhkan energi minimal
karena keterampilan tersebut sedikit demi sedikit telah telah tercapai sampai
pada apa yang diharapkan.
4)
Artikulasi (Articulation)
Artikulasi berupa koordinasi
rangkaian gerak dengan membuat aturan yang tepat dan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan atau konsistensi internal antara gerakan-gerakan yang berbeda. Pada
tingkat ini siswa telah mampu untuk memperagakan tahap demi tahap sesuai
urutan. Tingkat ini juga melibatkan berbagai koordinasi serangkaian tindakan
sehingga mencapai sebuah keselarasan.
5)
Naturalisasi (Naturalization)
Naturalisasi atau dapat
disebut juga pengalamiahan yang terjadi pada tingkat ini berupa gerakan yang
dilakukan secara rutin dengan menggunakan energi fisik dan psikis yang minimal.
Sehingga siswa secara otomatis melakukan gerakan-gerakan tanpa perlu berpikir
terlalu keras seperti pada tahap-tahap sebelumnya.[4] Berdasarkan uraian diatas
tahapan psikomotor dimulai dari menirukan lalu menerapkan kemudian lanjut
memantabkan gerakan lalu merangkai pada akhirnya gerakan tersebut dilakukan
secara alami
Menurut Arikunto, kata-kata operasional untuk aspek psikomotor
yang dapat diamati meliputi: 1) Muscular or motor skill yaitu Mempertontonkan
gerak, menunjukkan hasil, menggerakkan, dan menampilkan; 2) Manipulation of
materials or objects yaitu Mereparasi,
menyusun, membersihkan,
menggeser, Memindahkan dan membentuk; 3) Neuromuscular
coordination
Yaitu, Mengamati, menerapkan,
menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, dan
menggunakan.[5] Berdasarkan uraian di
atas kata-kata operasional yang dapat diamati dalam menari ada dalam bagian muscular
or motor skill yang mana kata-katanya meliputi mempertontonkan gerak,
menunjukkan hasil, menggerakkan, dan menampilkan.
[1] Triman
Juniarso. Teori
Belajar Behavioristik. 2008. (http://www.slideshare.net/zatiah/teori-belajarbehavioristik/download.),
h. 1.
[2] Ratna Yudhawati dan
Dany Haryanto. Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya).
h. 4
[3] Suharsimi Arikunto. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 122
[4] _, Bloom’s
Taxonomy: Psychomotor Domain. 2010. (http://www.olemiss.edu/depts/educ_school2/docs/stai_manual/manual10.htm),
h.1
[5] Arikunto. Op.Cit., h. 139