Jumat, 05 April 2013

ASAL USUL RASA TAKUT



(ini adalah cuplikan dari makalah yang saya buat untuk mata kuliah Neuroanatomi)

A. Jaringan Sirkuit Saraf Rasa Takut
 
               Amigdala adalah pusat rasa takut. Rasa takut yang salah tempat dapat membuat kita resah, cemas, dan berbagai macam kekhawatirannya. Misalnya seseorang berada di rumah sendirian. Ketika sedang membaca buku, tiba-tiba terdengar sesuatu berdebum di kamar lain. Yang terjadi di otak selang beberapa saat berikutnya membuka kesempatan bagi sirkuit saraf rasa takut, dan peran amigdala sebagai system tanda bahaya.  Sirkuit otak pertama yang terlibat sekadar menerima suara itu sebagai gelombang fisik yang mentah dan mengubahnya menjadi bahasa otak untuk menggugah orang tersebut waspada. Sirkuit ini berjalan dari telinga ke batang otak dan kemudian ke thalamus. Dari situ berpisahlah dua cabang: sebuah berkas kecil tonjolan menuju ke amigdala dan hippocampus di dekatnya; jalur lain yang lebih besar menuju ke korteks pendengaran di lobus temporal, di situ bunyi-bunyian dipilah-pilah dan dipahami.
        Hippocampus, tempat penyimpanan utama bagi ingatan, dengan cepat memilah “bunyi debum” dengan bunyi-bunyi serupa yang pernah didengar. Sementara itu korteks pendengaran melakukan analisis yang lebih canggih terhadap bunyi tadi untuk mencoba memahami sumbernya. Apakah suara kucing atau pencuri? Korteks pendengaran muncul dengan hipotesisnya¾barangkali suara itu adalah suara kucing yang menerpa lampu hingga jatuh dari meja, atau mungkin itu suara pencuri¾dan mengirimkan pesan tersebut ke amigdala serta hippocampus, yang dengan cepat membandingkannya dengan ingatan yang serupa. Jika kesimpulan meyakinkan maka keadaan siaga menyeluruh tidak ditingkatkan ke tahap lebih lanjut. Apabila masih belum yakin, kumparan lain pada jaringan sirkuit yang berpindah-pindah antara amigdala, hippocampus, dan korteks prefrontalakan menambah ketidakpastian dan membuat lebih waswas untuk mengidentifikasikan sumber suara itu. Apabila tidak ada jawaban memuaskan yang timbul dari analisis yang lebih tajam, amigdala memicu tanda bahaya, wilayah sentralnya menghidupkan hipotalamus, batang otak, dan system saraf autonom. 
               Arsitektur luar biasa amigdala sebagai system tanda bahaya pusat untuk otak menjadi jelas dalam momen ketakutan dan kecemasan hebat ini. Beberap berkas neuron dalam amigdala masing-masing mempunyai serangkaian tertentu tonjolan-tonjolan dengan reseptor-reseptor yang disiagakan untuk berbagai macam neurotransmiter, sesuatu mirip perusahaan-perusahaan alarm rumahtangga dimana para operator siap siaga untuk mengirimkan panggilan-panggilan telepon kepada jawatan pemadam kebakaran setempat, polisi tetangga apabila mengeluarkan isyarat tanda bahaya.
            Berbagai macam amigdala menerima informasi yang berlainan. Di inti samping amigdala diterima tonjolan-tonjolan dari talamus dan korteks penglihatan serta pendengaran. Bau-bauan, melalui bonggol olfaktori, sampai ke wilayah kortikomedial amigdala dan pengecapan serta pesan-pesan dari usus menuju wilayah pusat. 
            Dari amigdala, tonjolan-tonjolan itu menyebar ke setiap bagian atak yang penting. Dari wilayah pusat dan median, sebuah cabang mengarah ke wilayah-wilayah hipotalamus dan mengeluarkan zat respon darurat tubuh, yaitu GRH (corticotropin-releasing hormone, hormon pelepas kortikotropin), yang memobilisasi reaksi bertempur-atau-kabur melaului rangkaian aliran hormon-hormon lain. Wilayah basal amigdala mengirimkan cabang-cabang ke korpus strianum, menyambung ke sistem otak yang mengatur gerakan. Melalui nukleus pusat di dekatnya, amigdala mengirimkan isyarat-isyarat ke system syaraf autonom melalui medula, menghidupkan respons yang menyebar luas dalam sistem jantung dan peredaran darah, otot, dan usus.
            Dari wilayah basolateral amigdala, lengan-lengan menuju korteks singulata dan ke serabut-serabut yang dikenal sebagai “abu-abu pusat”, yaitu sel-sel yang mengatur otot-otot besar kerangka tubuh. Jalur lain dari amigdala yang menuju ke lokus seruleus di batang otak, yang pad gilirannya menghasilkan norepinefrin (juga disebut “noradrenalin”) dan menyebarkannya ke seluruh otak. Efek dikeluarkan norepinefrin adalah memperhebat tanggapan secara keseluruhan di wilayah-wilayah otak yang menerimanya, membuat sirkuit-sirkuit pengindra lebih peka. Norepinefrin memenuhi korteks, batang otak, dan system limbic menjadi siap siaga. Kini, bahkan bunyi derit biasa di rumah pun dapat menimbulkan gelombang rasa takut pada diri seseorang.
            Sementara itu amigdala, bersama dengan hippocampus yang tersambung padanya, memerintahkan sel-sel yang mengirimkan neurotransmiter-neurotransmiter utama, misalnya, untuk memicu pelepasan domapin yang membuat terpakunya perhatian pada sumber ketakutan¾bunyi-bunyi yang asing itu¾dan membuat otot-otot siap siaga untuk bereaksi sebagaimana mestinya. Pada saat yang sama, amigdala memberi isyarat kepada wilayah-wilayah pengindraan untuk penglihatan dan perhatian, sambil menjamin agar menangkap apa saja yang paling penting bagi keadaan darurat yang dihadapi.
            Begitu sinyal-sinyal ini dikirimkan, seseorang telah tersetel menjadi betul-betul takut: Ia akan sadar bahwa perutnya menjadi kaku, detak jantung semakin cepat , tegangnya otot-otot di sekitar leher dan bahu atau gemetarnya anggota badan; tubuh membeku di tempat sewaktu berusaha keras memancang perhatian untuk mendengarkan bunyi-bunyi apa pun selanjutnya, dan pikiran barpacu dengan bahaya-bahaya yang mengancam serta cara-cara menanggapinya. Semua ketakutan ini, mulai terkejut hingga keragu-raguan sampai ke cemas menuju rasa takut, terjadi dalam jangka waktu kurang dari satu detik. 
 
B. Trauma
            Trauma itu adalah “masuknya ingatan akan  tindak kekerasan yang menjadi fokus utama: pukulan akhir dengan kepalan tangan, tusukan, tembakan senapan. Gejala ini adalah tanda-tanda bahwa amigdala yang tergugah sehingga memaksa ingatan yang hidup akan suatu peristiwa traumatis terus-menerus menerobos kesadaran.
            Gejala-gejala utama rasa takut yang terpelajari semacam itu, termasuk jenis yang paling dahsyat yaitu PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Dapat dijelaskan dari perubahan-perubahan pada sirkuit limbik yang terpusat pada amigdala. Sejumlah perubahan utama terletak di lokus seruleus, struktur yang mengatur sekresi otak untuk dua jenis bahan yang disebut katekolamin: yaitu adrenalin dan neoadrenalin. Bahan-bahan syaraf ini memobilisasi tubuh untuk menghadapi keadaan darurat; lonjakan ketekolamin mencetak ingatan-ingatan dengan kekuatan istimewa. Dalam PTSD, sistem itu menjadi sangat aktif dan melepaskan bahan-bahan kimia otak dengan dosis berlebihan sebagai tanggapan terhadap situasi-situasi yang tidak mengancam atau sedikit saja ancamannya tetapi entah begaimana pemicu ingatan akan trauma asli. 
            Lokus seruleus dan amigdala sangat erat hubungannya, bersama dengan struktur limbik lainnya seperti hippocampus dan hipotalamus, jaringan sirkuit bagi katekolamin  meluas masuk ke korteks. Perubahan-perubahan dalam sirkuit-sirkuit ini mendasari gejala-gejala PTSD, yang mencakup rasa takut, cemas, kelewat waspada dan system sandi yang tak terhapuskan atas ingatan-ingatan emosional yang intens. 
            Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sirkuit yang menghubungkan otak lumbik dengan kelenjar pituari, yang mengatur pelepasan CRF, suatu hormon stres utama yang dikeluarkan tubuh untuk memobilisasi respons darurat bertempur atau kebur. Perubahan-perubahan menyebabkan hormon ini dikeluarkan dalam jumlah yang terlalu banyak terutama di amigdala, hippocampus, dan lokus seruleus¾menyiapsiagan tubuh untuk menghadapi keadaan darurat yang sebenarnya tidak ada.
            Semua perubahan syaraf ini memberikan keuntungan-keuntungan jangka pendek untuk mengatasi keadaan darurat yang menegangkan dan hebat yang memicunya. Namun, keuntungan jangka pendek ini menjadi masalah permanen bila otak berubah sedemikian rupa sehingga perubahan-perubahan itu menjadi sikap dasar. Ketika amigdala dan wilayah otak yang berkaitan dengannya disetel pada titik baru selama terjadinya trauma dahsyat, perubahan dalam gugahan ini, kesiapsiagaan lebih tinggi untuk memicu pembajakan syaraf, megandung arti bahwa semua kehidupan  berada pada ambang keadaan darurat. 
 
C. Langkah Memulihkan Trauma
 
            Langkah pertama, memulihkan kembali rasa aman, sama artinya dengan menemukan cara-cara untuk menenangkan sirkuit-sirkuit emosi yang terlalu ketakutan. Sering kali dimulai dengan menolong pasien untuk memahami keresahan dan mimpi buruk, kewaspadaan dan kepanikan mereka merupakan bagian dari gejala PTSD. Pemahaman ini kan membuat gejala itu sendiri kurang menakutkan.
            Langkah lainnya adalah menolong pasien memperoleh kembali semacam rasa kendali atas apa yang terjadi pada mereka, menempiskan secara langsung pelajaran ketidakberdayaan yang ditanamkan oleh trauma itu sendiri.
            Obat-obatan memberikan salah satu cara untuk memulihkan perasaan pasien behwa mereka tak perlu jadi bulan-bulanan kecemasan mereka yang tak bisa diterangkan. Ahli farmakologi berharap menemukan obat yang akan dengan tepat menyerang efek-efek PTSD terhadap amigdala dan sirkuit neurotransmitter yang berkaitan. Walaupun, saat ini ada antidepresan yang mempengaruhi system serotonin, dan beta-blocker seperti propanolol yang menghambat kegiatan system saraf simpatik

1 komentar: