Selasa, 02 April 2013

Rumah 10 Juta




Kisah ini beneran nyata terjadi oleh keluarga gw. Sejak lahir hingga umur 11 tahun gw tinggal di Cipete, Jakarta Selatan dan pada saat itu kami masih mengontrak. Selama tinggal di sana keluarga kami kerap pindah-pindah kontrakan. Kontrakan pertama pemiliknya bernama Nyak Wani orang Betawi  tapi orangnya udah alm. Pada akhir tahun 2012 lalu. Kami tinggal disana sejak orangtua gw menikah sampai nyokap hamil adik gw yang pertama, kalau gw sendiri tiggal disana kalau diitung-itung ya sekitar 5  tahun. Rumah yang kami tempatin sangatlah sederhana, gedenya cuma sekitar 20 meteran yang dibagi 3 petak yaitu ruang tamu, kamar di tengah, lalu dapur dan kamar mandi. Gw disana dari lahir sampai SD kelas 1 lalu setelah itu kami pindah ke rumah yang lebih besar dan tentu saja masih ngontrak.


Rumah kedua yang kami tempati pemiliknya dengan nama Mpok Ipah orang Betawi juga, ciri khas dari mpok yang satu ini adalah teriakannya yang bisa sampai 8 oktaf. Apalagi kalau udah marahin anaknya teriakannya bisa didengar hingga radius 50 meter. Rumah yang kami tempati ini luasnya sekitar 40 meteran. Jarak dengan rumah yang dulu sangatlah dekat cuma di samping rumah yang dulu. Sebenarnya enak sih tinggal di rumah itu gw sering main atau lebih tepatnya ngeledekin si Ari, anaknya mpok Ipah yang pada saat itu masih merangkak. Tetapi rumah ini kerap kali bocor kalau hujan deras, selain bocor dindingnya juga kadang basah akibat rembesan air hujan. Oleh karena itu kami tidak lama tinggal disana hanya setahun dan kemudian kami pindah lagi ke tempat yang lebih aman dan nyaman.


Rumah ketiga yang kami tempati pemiliknya adalah orang Batak pemiliknya adalah pak Hutapea. Ia tinggal cukup jauh dari kontrakannya, rumah kontrakan ini adalah yang paling luas yang pernah kami tempati yaitu sekitar 100 meteran dan dengan 5 petak karena ada 2 kamar, ruang tamu, dapur serta kamar mandi, dan teras yang lumayan besar. Jarak dari rumah yang dulu tidak jauh cuma 50 meter tapi sudah beda RT.  Rumah ini juga nyaman karena terletak di belakang dan jauh dari keramaian apalagi tukang jualan. Alasan nyokap pindah kesini juga karena tukang jualan yang selalu lewat depan rumah dan gw maupun adik gw sangat suka sekali jajan. Walaupun rumah ini nyaman untuk ditinggali tapi ini rumah paling horor yang pernah gw tempatin tapi itu nanti aja gw ceritainnya. Kami tinggal disini selama 5 tahun hingga pada tahun 2003 kami pindah ke Depok dan semua bermula di tempat ini.


Kontrakan ini tiap tahunnya selalu naik 500 ribu, dari 1,5 juta hingga mentoknya 3,5 juta. Bagi keluarga kami itu adalah jumlah yang besar. Nyokap bernegosiasi kepada pemilik rumah untuk tidak menaikkan harganya serta meminta waktu untuk bisa membayarnya tetapi pemilik rumah tidak mau tahu dan kami pun harus segera meninggalkan rumah ini. Ketika sedang mengobrol dengan bokap, tiba-tiba nyokap ingat bahwa dulu mereka pernah membeli tanah di daerah Sawangan, Depok dan mereka berpikir untuk membangunnya. Maka orangtua gw pergi ke tempat mbah gw namanya Madinah tetapi gw memanggilnya mbah Kebagusan karena dia tinggal di daerah Kebagusan, Jakarta Selatan yang notabene ia adalah Budenya dari nyokap gw. Mendengar hal tersebut mbah gw memberikan uang sebesar 10 juta untuk membangun rumah. Lalu kami membicarakannya kepada Aa Asep, dia adalah anak temennya bokap yang dulu menawarkan tanah tersebut. Ia bilang begini, ”Udah mas saya punya kakak ipar tukang bangunan, kerjanya rapi, mas punya uang berapa? Dia bisa kok bangunin rumah. ” bokap gw kaget setengah gak percaya namun Aa Asep bilang pasti rumahnya pasti jadi kok, yang penting gak keujanan sama kepanasan.

Lalu tidak berapa lama bokap dipertemukan dengan kakak iparnya Aa Asep. Ia pun membicarakan rencananya untuk membangun rumah dengan budjet hanya 10 juta beserta desain calon rumah kami. Maklum sebagai orang Jawa tulen ada itung-itungan yang gw gak ngerti. Setelah pertemuan itu sekitar seminggu kemudian kami pindah ke kontrakan yang lebih kecil. Besarnya sampir sama seperti yang di mpok Ipah namun yang gw sedih adalah agak jauh dari kawasan rumah kontrakan yang horor itu. Gw juga jarang ketemu temen-temen main gw yang tergabung dalam 5 sekawan. Kami hanya tinggal sekitar 5 bulan saja disana sebelum akhirnya kami sekeluarga pindah ke Depok. Hal ini dikarenakan menunggu gw sampai kenaikan kelas 2 SMP dan SMP gw ini termasuk favorit dan untuk masuknya juga susah karena passing gradenya tinggi, SMP itu adalah SMPN 68 Jakarta.

Sebelum pindah kami sempat mericek calon tempat tinggal kami. Tanahnya cukup luas, sebesar 100 meter namun  yang kami bangun hanya 70 meter. Dengan uang hanya 10 juta jangan harap rumah langsung jadi bagus. Pada Saat itu rumah kami hanya berupa batako yang belum diplester maupun lepa, lantai belum dikeramik, dan hanya beratapkan asbes tanpa plafon. Jangankan plafon pintu kamar saja belum ada. Walaupun begitu kami bersyukur karena kami pasti tidak akan kehujanan dan kepanasan disini. Setelah puas melihat-lihat calon rumah kami orangtua gw  memasang karpet plastik kotak-kotak hitam dan putih untuk lantainya yang mereka beli di Tanah Abang.

Hari pindahan pun tiba, kami benar-benar sangat sedih karena berpisah dengan tetangga-tetangga yang sudah sperti saudara. Gw pun sedih karena berpisah dengan teman-teman serta lingkungan tempat gw menghabiskan masa kecil disini. Tetangga-tetangga banyak yang datang untuk membantu bahkan ada yang ikut mengantar kami sampai sana. Perpisahan kami diliputi rasa haru yang mendalam tatkala gw melihat nyokap dan temannya berpelukan sambil menangis ketika mereka mau pulang kembali ke Cipete. Gw pun jadi ikut menangis dan ingat perpisahan gw dengan teman-teman disana.

Setelah pindah, gw sering berkunjung ke Cipete untuk ketemu teman dan tetangga-tetangga dulu. Gw juga mampir ke rumah tempat gw dulu tinggal.. Belum lama ini gw melihat di tembok teras mantan rumah gw ternyata masih ada tulisan tangan gw yang berbunyi Anggie dan Farhan. Farhan adalah nama adik gw yang pertama, wah ternyata sejak gw pindah hingga saat ini ternyata semuanya belum berubah. Anggap aja itu adalah kenang-kenangan dari gw selama gw tinggal disana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar